[Oneshoot] You wouldn’t answer my call

Standar

Author : nandz

Title : You wouldn’t answer my call

Length/ Genre : Oneshoot / SongFic / Angst / Romance

Rating : G

a/n : Let’s say this is the man side of the previous ficlet [big big world] COMMENTS ARE LOVED !


Ku fikir aku bisa pergi jauh dari mu,

Ku fikir bukan masalah besar jika aku pergi darimu,

Tapi ternyata…

Sebuah masalah besar ketika aku membiarkanmu melepaskanku,

Kini aku datang kembali hanya untuk sebuah pengampunan..

Dan sebuah kesempatan untuk,

Kembali…

“Bisakah kita hentikan semua ini saja ?”

“…..”

“___-ah ?”

“Geurae, kita akhiri…Bukankah sudah ku bilang bahwa aku akan melepaskanmu jika waktunya tiba ? Pergilah, kau pantas mencari seseorang yang patut kau pertahankan, dan…”

“Seseorang yang bisa mempertahankanku”

Dia tersenyum samar, “Ya…Dan tentunya orang itu bukan aku..”

—-

At first, at first, I thought like normal fights you would come back
Because you’re such a nice girl you wouldn’t be so cruel to leave me.

 

“____ ? Dia tidak masuk di kelas hari ini, sebenarnya sudah sejak 2 hari yang lalu…Entahlah,tak ada kabar sama sekali”

Aku membungkuk, “Oh, ne…Kamsahamnida”

Sudah dua hari tidak masuk, sejak pertengkaran ‘kecil’ kami di  taman beberapa hari yang lalu.Ku fikir itu hanya pertengkaran biasa, karena selama satu tahun hubungan kami hanya pertengkaranlah yang sering terjadi.

Tapi kali ini berbeda, pertengkaran kali ini membuatnya berubah…

Aku tidak bermaksud menyakitinya, tidak.Sketsa wajahku, hanya itu yang terakhir kali dia berikan padaku di taman, dengan sebuah senyuman palsu.

Bagaimana mungkin dia memaksakan diri untuk tersenyum sedangkan air matanya siap untuk tumpah kapan saja ?

Dan hal terbodoh yang ku lakukan saat itu adalah diam dan mengangguk.

 

Looking at my phone ten times a day, even jumping at the slight sound
To find out if you had sent me a text message

 

“YAH!” mereka menjerit ketika dengan kasar aku membanting ponselku hingga pecah dan berserakan. Seminggu berlalu dan sama sekali tak ada kabar darinya, bahkan sahabat-sahabatnya seakan menutup mulut dan memilih menghindariku.

“Kau gila ?”

Aku menatap mereka beringas, aku benci di abaikan. Sangat.

“Jelaskan padaku ada apa sebenarnya ?” sahabat—yang dulu pernah menjadi cinta pertamaku—memilih untuk duduk dan memandangku ramah.

“Kau”

Dia terlihat sedikit terkejut, “Aku ? Kenapa ? Chankanman! Jangan katakan kalau dia cemburu padaku?”

Aku tersenyum sinis, dan mengangguk mengiyakan, “Demi Tuhan! Kenapa kau bodoh sekali hah ? Bagaimana mungkin dia tidak cemburu kalau kau terus memperhatikanku dari kejauhan ?! Bukankah sudah sering ku katakaa, aku dan pria itu memang cocok dan kau tak perlu khawatir”

“Aku sahabatmu” ucapku memberikan penekanan pada kata ‘sahabat’, “Ku pikir aku masih mencintaimu, tapi ternyata tidak…Semua sudah berubah”

Dia terlihat santai menanggapi pernyataanku, “Tentu, kalau sesuatu tidak berubah…Bagaimana mungkin sekarang sahabatku yang selalu terpaku padaku sekarang marah karena tidak bisa bertemu dengan gadisnya ?”

“Perjuangkan gadismu, dia gadis yang baik…dan kurasa yang terbaik untukmu”

—-

 

You who won’t answer my calls any more,

You who doesn’t want to see me at all

 

“Silahkan tinggalkan pesan setelah bunyi ‘bep’!” Aku menghela nafas berat, selalu menghindari ku selama dua bulan terakhir ini. Mungkin Tuhan memang sengaja memisahkan kami karena sedikit pun aku tak pernah melihat wajahnya.

Ataukah mungkin ini do’a darinya yang tak ingin melihatku ?

“Mianhe” padahal hanya satu kata itu yang ingin ku ucapkan, satu kata yang menandakan bahwa aku ingin membawanya kembali ke sisiku.Aku menyesal membiarkannya melepaskanku, aku menyesal telah melakukan kesalahan besar di hidupku…

Aku memintamu kembali..

Aku ingin bertahan disisimu..

-Flashback-

“Hoaaaaah~~~” kami keluar dari gedung bioskop, dua jam penuh kami habiskan bersama menonton film romantic yang sengaja ia pilih.

“Lapar ?” tanyaku.

Dia mengangguk cepat, “Ne~~ berikan aku nassssiiii~~~” rengeknya. Aku tertawa, mengacak rambutnya gemas…Setiap kali ia bertingkah seperti anak kecil, membuatku makin sulit untuk tidak mencintainya. Kami memutuskan untuk makan di restaurant terdekat dan memilih tempat duduk favoritenya, persis di dekat jendela.

“Film yang bagus bukan ?”  tanyanya bersemangat. Aku mencibir, “Tidak” jawabku datar.

“Eh ? Kalau kau tidak suka meng—“

“Karena selama dua jam kau hanya melihat pemeran pria dan tanpa henti memujinya”

Wajahnya bersemu dan senyum manis itu kembali menghiasi wajahnya yang makin merona, “Bilang saja kau cemburu” Aku tidak menjawab, hanya menyuruput cappuccino ku tanpa memalingkan wajahku darinya.

“Ya~~ kenapa menatapku seperti itu ?” ujarnya panik membuat tawaku meledak.Gadisku benar-benar polos! Tapi dibalik semua kepolosan itu, dia adalah gadis yang sangat tangguh.

Pandangannya kini mengarah keluar jendela, “____-ah ?”  aku mengikuti arah pandangannya ke arah jalan.Sepasang kekasih sedang bertengkar di depan umum, sang gadis berteriak kesal dan sang pria berusaha menenangkannya bahkan berlutut dihadapannya.

“Kalau…kau melakukan salah, apa yang akan kau lakukan ?”

Aku menatap matanya, berusaha mencari apa maksud dari pertanyaannya, “Apakah aku melakukan kesalahan padamu ?”

Dia menggeleng, “obseoyo~ aku hanya ingin tahu apa caramu ketika seseorang tidak mau memaafkan kesalahanmu”

“Karena itu adalah kesalahanku, aku akan terus menghubunginya, mencoba menemuinya—“

“Bagaimana jika dia tak mau menemuimu ?” dia memotong ucapanku cepat, “Tidak ada kata menyerah untukku, ____-ah sekalipun aku harus menunggu di depan rumahnya”

“Andwae!”

Aku terkejut dengan ucapannya, “Wae ? Bukankah itu bagus ? Romantis seperti adegan di film yang kita tonton tadi ?”

Dia menggeleng cepat, “Jangan, jangan pernah lakukan itu…Kau hanya akan terlihat bodoh dimataku, dan lagipula untuk apa mencontoh film tadi, be creative!”

“Cih~ untuk apa mencontoh film tadi ? karena selama dua jam gadisku tanpa henti memuji pemeran utama” balasku.

“Itu tidak ada hubungannya~~ Kalau aku suka adegan itu berarti selama dua jam tadi harusnya aku memuji penulis skenarionya bukan pemeran utamanya yang memang benar-benar menawan itu”

“Lihat ? Lagi – lagi kau memujinya~~ yah ya~ I’m your man” cibirku. Dia tertawa puas, “Ingat, jangan pernah lakukan itu, araci ?”

Aku mendengus, “Ne…Arraseo ____-nim!”


Even though I know you how much how much you hate it,

I can’t do anything but this..

In front of your door, just idly waiting

 

Aku tahu dia ada dirumah sekarang—dikamarnya—Aku melihat siluet yang ku rindukan selama dua bulan terakhir…

“Gwenchana, aku akan menunggu diluar sampai kau mau keluar, ____-ah” ucapku. Aku duduk di ayunan di halaman rumahnya, tempat dimana dulu kami pernah menghabiskan waktu bersama hingga sore hari. Rumah ini terlihat semakin tua, dia anak tunggal dan orang tuanya sudah bercerai semenjak dia menginjak SMA, tak lama sejak dari kejadian itu ayahnya meninggal dunia.

Hal yang membuatku semakin mencintainya karena ketangguhannya, dia gadis yang kuat bahkan ketika ibunya memutuskan untuk menikah dengan pria lain—ayah tirinya. Mereka sering mengunjungi rumah ini tapi pada akhirnya mereka hanya membuat gadisku semakin sakit dengan memukulinya..

Dari kejadian inilah aku mulai belajar mencintainya dan berjanji melindunginya.

Tak ada tanda-tanda ia akan keluar dari persembunyiannya, bahkan ketika matahari berniat untuk kembali ke peraduannya. Aku juga masih tetap sama, menunggunya…

 

I can’t lose you, so I stay near you, in front of your door waiting

 

“_______-ah”

Tak ada jawaban dari dalam, aku terus mengetuk pintunya. Aku terlalu cuek bahkan ketika beberapa orang yang melintas di depan rumahnya menatapku aneh, aku tak perduli.

Hanya ada cahaya kecil dari arah kamarnya, hanya seberkas cahaya kecil, Aku terus memanggil namanya, berharap dia segera turun dan membuka pintu untukku, menyambutku dan akhirnya mendengarkan semua rasa penyesalanku dan permintaan maafku untuknya.

Waiting by your door, even if you pretend you can’t see me

Brushing past my shoulder like seeing a stranger you just met

 

“Aku mohon ____-ah, buka pintunya aku mohon…”

Masih tak ada jawaban dari dalam, udara malam mulai menusuk kulitku, aku tak perduli.Aku seorang pria dan tidak mudah untuk di tumbangkan, aku takkan berhenti hingga ia mau mendengarkanku, memaafkanku dan kembali padaku.

Waiting until you are willing to hear me say sorry,

 

“____-AH !!” kesabaranku mulai sampai pada puncaknya, aku berusaha masuk ke dalam rumah, meneliti setiap inci jendela yang bisa ku buka dengan paksa, namun nihil.Pada akhirnya aku hanya terpaku di depan pintu, yang seakan mengejekku karena tak bisa membukanya.

BUGH!

Aku meninju pintu dengan keras, aku benci ketika aku harus menyerah.Aku tak ingin menyerah, tapi rasanya seluruh tenagaku tak ingin aku berjuang lebih jauh.

Apakah aku harus merelakannya ?

“bukankah begitu menyakitkan jika terus-terusan melihatnya dari kejauhan padahal kau saaangat menginginkannya ?”

Kalimat itu kembali terngiang dengan jelas, benar, ___-ah menyakitkan jika terus-terusan melihatnya dari kejauhan padahal kita sangat menginginkanya tapi jauh lebih menyakitkan ketika aku menginginkanmu kembali tapi aku tak bisa melihatmu…

Aku menatap jendela kamarnya dengan nanar, cahaya itu masih ada…Berpendar dengan jelas, tapi tak ada tanda-tanda pemilik cahaya itu akan datang padaku.Tanganku semakin dingin, tenaga ku terkuras habis dan tak mampu untuk berdiri, aku ingin menyerah tapi— “Hei ?”

Aku mendongak, sahabatnya menatapku dengan pandangan sendu.Tangannya memegang beberapa lembaran sketsa dan aku tahu itu milik siapa, gadisku.

“Apa yang kau lakukan disini ?” dia menghampiriku cepat, matanya sembab dan terlihat sangat kelelahan, “Aku menunggunya disini…Aku menyesal dengan apa yang ku katakan padanya dua bulan lalu”

“Aku mencoba menghubunginya setelah kejadian itu, mencarinya tapi dia sama sekali tak terlihat…Aku memutuskan untuk datang kemari, aku ingin menjelaskan semuanya…Aku tak ingin dia melepaskanku begitu saja, aku salah…Ku pikir aku masih mencintai gadis lain namun ternyata aku sudah terikat padanya…Bantu aku, ku mohon”

Dia hanya diam dan butiran-butiran air mata itu mengalir turun dengan deras di pipinya, semakin deras hingga ia terisak.

Aku mencengkram bahunya dengan kasar, “WAE ?! Biarkan aku bertemu dengannya, biarkan dia mendengar permintaan maafku, aku menyesal sungguh! Aku ingin kembali ke sisinya, aku merindukannya…Aku…masih mencintainya” air mataku ikut mengalir seiring dengan tiap kata yang keluar dari bibirku.

“Untukmu…” Dia menyerahkan lembaran sketsa itu padaku, “Lihatlah dan simpulkan sendiri bagaimana perasaannya padamu”

Lembar demi lembar yang ku lihat hanya ada gambarku, gambarku saat tertawa, tersenyum, meringis bahkan ketika aku tertidur, “Dia merindukanmu juga”

Dahi ku mengernyit ketika melihat tiga lembar terakhir, ada tinta berwarna…

“Merah” sambungnya cepat seakan bisa membaca pikiranku. “Ketika dia memutuskan untuk melepaskanmu, di detik itulah dia terus-terusan menggambar wajahmu—tanpa ia sadari—ia selalu berpura-pura kuat dihadapanku, mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja dan bukan hal yang besar ketika dia memilih untuk melepaskanmu meskipun dia masih saaangat membutuhkan mu, terbukti dari setiap lembaran sketsa ini”

Tatapan matanya berubah menjadi sorotan marah ke arahku, dan memaksaku untuk berdiri “Lalu setelah dua bulan berlalu, kenapa kau baru datang kemari ? Kau pikir akan mudah baginya untuk bertahan, tersenyum dan tertawa ketika kau—yang jadi bagian terpenting dari hidupnya malah memilih untuk pergi HAH ?!”

Emosi ku kembali naik “Aku mencoba menghubunginya !!! Tapi dia tak pernah menjawab telfonku, membalas pesanku ! Aku bahkan tak pernah melihatnya !!!” geramku.

 

You who won’t answer my calls any more,

You who doesn’t want to see me at all

 

“Kau mengenalnya bukan ? Kau tahu ketika dia melepaskanmu harusnya disaat itulah kau berusaha menahan dirimu untuk tetap disisinya ! Kau mengenalnya bukan ? Ketika seseorang meminta sesuatu padanya, dengan mudah dia akan mengabulkannya, KAU ! Kau yang menginginkan untuk pergi darinya dan menghentikan semua ini dan dia mengabulkan permintaanmu meskipun dia merasa sangat sakit! Karena dia ingin kau bahagia ! Karena dia yakin dengan mengabulkan permintaanmu maka kau akan bahagia!!!”

Aku menghambur sketsa itu ke tanah, “KARENA ITU AKU DISINI ! KARENA AKU INGIN DIA MENDENGAR SEMUA PENJELASANKU, PERMINTAAN MAAFKU , AKU INGIN DIA KEMBALI ! AKU INGIN ____-KU KEMBALI !!!!” erangku.

Tangisnya meledak kembali bahkan sangat memilukan, “Dia tak akan pernah mendengarkan mu” ujarnya lirih.

Aku berbalik dan kembali menggedor-gedor pintunya, “BUKA PINTUNYA ____-AH! AKU PERLU BICARA DENGANMU, AKU MERINDUKANMU !!!” dia mencengkram bahuku dan berusaha menarikku jauh dari pintu, “Hentikan…” ucapnya.

“______-AH !!!” aku mengabaikan ucapannya dan terus menggedor pintu ini, tak perduli dengan keadaan sekitar, aku hanya ingin dia keluar, aku semakin menginginkannnya, aku merindukan wajah dan senyuman itu…

Merindukan hingga rasa itu menyayat hatiku, membuatku sesak…

 

Even though I’m so miserable, it’s better than losing you

 

“Hentikan…Ku mohon…” cengkraman tangannya mengendur, namun aku masih tak mengurungkan niatku untuk membuka pintu ini, tak ada cara lain mendobraknya…

“Apa yang kau lakukan ?!” hardiknya ketika melihatku mengambil jarak dari pintu dan bersiap mendobraknya, “Tak ada cara lain” jawabku.

“Kau gila hah ?!” dia menarik bajuku namun dengan sigap ku tepis, “hentikan usahamu” ujarnya, aku menatap pintu dihadapanku dengan buas, mengumpulkan sisa tenagaku, aku tak perduli dengan gadis dibelakangku yang menjerit dan berusaha menghentikanku, aku mempercepat langkahku dan suara gadis itu semakin samar…

Ketika tubuhku menghantam pintu, samar samar aku mendengar perkataan itu..

“HENTIKAAAN !!! PERCUMA KARENA _____ SUDAH TIADA !!”

Aku menyalakan lampu dan dihadapanku, yang ku lihat adalah kertas-kertas sketsa yang berhamburan, gelas dan vas bunga yang pecah…

“Ayah tirinya datang tepat disaat kalian berpisah, dia ingin menjual ____ demi melunasi hutang-hutangnya, tapi ___ memberontak hingga akhirnya dia ter—” Kata-katanya terputus, “Bohong, aku melihat cahaya dikamarnya” aku berlari ke lantai atas—ke kamarnya ketempat dimana aku melihat cahaya…

“Dia tidak ada” ujarnya disampingku, menatap kamarnya yang gelap gulita “Itu hanya halusinasimu, rumah ini kosong sejak dua bulan yang lalu…”

“______-AH !” aku memanggil namanya, membuka paksa pintu kamar mandi, menyalakan lampu namun hasilnya nihil. Aku menuruni tangga dengan cepat, sambil terus meneriakkan namanya.Pikiran ku kacau tapi aku yakin dia ada disimi, ____ku ada disini !!

“_____AH !!!! ______ !!!!”

Hingga langkahku kembali terhenti di pintu yang ku dobrak tadi, ada kepingan – kepingan komponen ponsel berserakan disekitarnya, “Ayah tirinya memukulinya dengan membabi buta, pria keji itu merusak ponsel ____ agar dia tak bisa meminta tolong pada siapapun, ____ berusaha memberontak, dia mengambil vas dan memukul kepala ayah tirinya hingga terjatuh…”

“Lalu sekarang dimana dia ?!”

“Mereka ditemukan tergelatak di sini, dengan keadaan kehabisan darah…”

“DIMANA DIA ?!” bentakku kesal. Namun sosok dihadapanmu tetap tidak bergeming, “Polisi berusaha menghubungi Ibu ___ tapi yang didapatkan adalah kabar mengenaskan, Ibunya dibunuh oleh ayahnya sendiri sebelum ayahnya menyiksa_____”

“Kumohon…Beritahu dimana dia…” suaraku bergetar begitu pula dengan tubuhku, kejadian ini terlalu menyakitkan, aku ingin merengkuhnya—dia butuh seseorang untuk menenangkannya.

“Ayahnya meninggal diperjalanan kerumah sakit, sedangkan ___ masih sanggup bertahan hingga dirumah sakit”

Aku menarik tangannya hingga keluar rumah dengan langkah yang terseok, “Kita kerumah sakit sekarang” namun tiba-tiba langkahnya terhenti, “Wae ?”

Dia mengigit bibirnya hingga berdarah, berusaha menahan tangis yang sebentar lagi akan keluar.Dia menoleh ke belakang sejenak—kearah sketsa yang terhambur di depan pintu, “Terlambat” bisiknya lirih.

“Mworago ?” aku mendekatkan wajahku, “Apa maksudmu dengan terlambat ?” dia berjongkok dan mengambil 3 lembar sketsa terakhir ____, “Aku mencari dirinya selama dua bulan terakhir dan baru tahu kabar tentangnya seminggu lalu, aku menemuinya di taman rumah sakit kemarin sore…Aku kembali menanyakan keadaanya tanpa dirimu, dan dia menjawab dengan jawaban yang sama”

Dada kiriku terasa nyeri, bahkan rasanya paru-paruku kehilangan fungsinya. Udara disekitaku semakin sulit untuk ku hirup, apa maksud semua ini ? Aku hanya ingin bertemu dengannya namun mengapa…?

“Tiga lembar sketsa ini, karya terakhirnya…_____ meninggalkan kita siang ini..”

 

Because you’re such a nice girl you wouldn’t be so cruel to leave me.

 

“Pukulan-pukulan itu menghantam organ vital tubuhnya, dia terlihat baik-baik saja tapi organ tubuhnya tidak, hingga puncaknya siang ini…Bercak merah ini…pertanda perjuangan hidupnya telah berakhir—dia—”

“Diam! Jangan bercanda…Cukup ! Sekarang ayo kita pergi menjenguknya” aku memungut tiap lembaran sketsa yang berserakan ditanah,

tiap lembar yang membuat ku semakin tak bisa bernafas hanya dengan melihatnya,

tiap lembar sketsa yang membuat airmataku mengalir tanpa henti,

tiap lembar sketsa yang membuatku tersungkur ditanah karena tak sanggup berdiri..


I can’t do anything but this

In front of your door, just idly waiting

 

“Kenapa…Kenapa tak ada yang memberi tahuku ?”

Isakannya semakin pilu, dia berjongkok disampingku…Memeluk lututnya erat seakan takut tubuhnya akan hancur….

“Aku…kemari…karena dia yang…menyuruh..ku…kemarin..dia..men..menyuruhku..data..ng ke..mari” dia menyerahkan lembaran terakhir sketsa itu, mataku mengabur karena terhalang air mata, aku tersenyum miris ketika melihat sebuah tulisan singkat di pinggir halaman..

“It’s  not a big big thing if you leave me, but I do feel miss you much, my man..”

-April 2nd 2010, The day I saw you for the first time..

-April 2nd 2011…


The day you went away” bisiku lirih. “Jadi dia tahu dia akan pergi…Untuk itu dia memintamu membawa sketsa-sketsa ini tepat hari ini”

Dia mengangguk lemah dan mengatur nafasnya, “Setelah mendapat kabar….Aku bergegas kemari…Dan menemukanmu…”

“Menunggu di depan pintu seharian, untuk bertemu dengannya, meminta maaf—seperti orang bodoh”

“Jangan, jangan pernah lakukan itu…Kau hanya akan terlihat bodoh dimataku…”

Aku menghentakkan kakiku dengan keras dan tak perduli dengan rasa sakitnya,

Menertawakan kebodohanku selama ini…

Menertawakan kebodohanku yang memilih untuk mengakhirinya,

Menertawakan kebodohanku yang telah menyia-nyiakannya,

Menertawakan kebodoanku yang kehilangan kesempatan untuk mengucapkan kata itu..

Mianhe ____-ah, jeongmal mianhe…

 

No matter how I beg for forgiveness, there’s already no use

 

-END-

14 pemikiran pada “[Oneshoot] You wouldn’t answer my call

  1. curanggg kok sedihhh betulll, aq hampir gak napas bacanya..

    lg musim kah ini membunuh karakter wanita??

    ahhh kepalaku jd sakit taukk bacanya, tanggung jawab 😦

    • wuih -__-
      aku dilema tau, antara mau ‘bunuh’ yang mana~~
      tadinya mau yg cowok, tapi sayang eh :p
      lagian cocok ama lagunya juga

      aduh aduh,
      jangan pusing chagiku~~ /eluselus/

  2. astagfirullah sedihnya~~~~~ *ngelap airmata pake bajunya ciw* ceritanya pas yang di jauhin itu nyindir eh telfon gak di angkat, ketemu juga gak wk *ea curcol* GOOD MA KEREN! :3

    • sekalian lap ingus ya xD

      wah ? nyindir kah ? :p
      gmana ga nyindir~ ini sebagian kan juga ada nyinggung umma dikit :p

      terima kasih yeonsung & hyoki ❤
      hujannya ditunggu aja XD

  3. croooot croooot *penuh ingus dibajunya ciw-_-* *oke jorok-_-* huaaa iya umma sangat menyindir wahahaha wtrf nya ditunggu banget nih ma hehehe

Tinggalkan Balasan ke hyoki han Batalkan balasan